19 KAIDAH I'LAL ILMU SHOROF
KAIDAH KE 1
إذَا
تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فِيْ
كَلِمَتَيْهِمَا أُبْدِلَتَا آلِفًا مِثْلُ صَانَ أَصْلُهُ صَوَنَ وَبَاعَ
أَصْلُهُ بَيَعَ.
Apabilah
ada Wawu atau Yya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah,
maka Wawu atau Ya’ tsb harus diganti dengan Alif seperti contoh صَانَ asalnya
صَوَنَ , dan بَاعَ asalnya بَيَعَ .
Praktek
I’lal :
صَانَ
asalnya صَوَنَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah
dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi صَانَ.
بَاعَ
asalnya بَيَعَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan
sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi بَاعَ.
غَزَا
asalnya غَزَوَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah
dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi غزا.
رَمَىْ
asalnya رَمَيَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan
sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi رَمَيَ. (*Alif pada lafazh
رَمَىْ dinamakan Alif Layyinah).
Perhatian:
1.
Kaidah ini berlaku pada Wau atau Ya’
dengan Harkah asli. Apabila harkah keduanya bukan asli atau baru, maka tidak
boleh dirubah. Contoh دَعَوُاالْقَوْمَ .
2.
Apabila setelah wawu atau ya’ itu
ada huruf mati/sukun, maka diklarifikasikan sbb:
- Jika Wawu atau Ya’ tsb bukan pada posisi Lam Fi’il, maka tidak boleh di-I’lal, karena dihukumi seperti Huruf Shahih. Contoh: بَيَانٌ, طَوِيْلٌ, خَوَرْنَقٌ.
- Jika Wawu dan Ya’ tsb berada pada posisi Lam Fi’il, maka tetap berlaku Kaidah I’lal ini. Contoh يَخْشَوْنَ asalnya يَخْشَيُوْنَ . Namun disyaratkan huruf yg mati/sukun setelah Wawu dan Ya’ tsb bukan huruf Alif dan huruf Ya’ tasydid, maka yang demikian juga tidak boleh di-I’lal. Contoh: رَمَيَا, عَلَوِيٌّ, غَزَوَا.
KAIDAH KE 2
إِذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ عَيْنًا مُتَحَرِّكَةً مِنْ أَجْوَفٍ وَكَانَ مَا
قَبْلَهُمَا سَاكِنًا صَحِيْحًا نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا إلىَ مَا قَبْلَهَا,
نَحْوُ يَقُوْمُ أَصْلُهُ يَقْوُمُ, يَبِيْعُ أَصْلُهُ يَبْيِعُ.
Apabila
wau atau ya’ berharokat berada pada ‘ain fi’il Bina’ Ajwaf dan huruf sebelumnya
terdiri dari huruf Shahih yang mati/sukun, maka harakat wawu atau ya’ tsb harus
dipindah pada huruf sebelumnya. Contoh: يَقُوْمُ asalnya يَقْوُمُ dan يَبِيْعُ
asalnya يَبْيِعُ.
Praktek
I’lal:
يَقُوْمُ
يَقُوْمُ asalnya
يَقْوُمُ ikut pada wazan يَفْعُلُ . harkah wawu dipindah pada huruf sebelumnya,
karena wawu-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg mati/sukun, untuk
menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadiيَقُوْمُ
يَبِيْعُ
يَبِيْعُ
asalnya يَبْيِعُ ikut pada wazan يَفْعِلُ harkah Ya’ dipindah pada huruf
sebelumnya, karena Ya’-nya berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih yg
mati/sukun, untuk menolak beratnya mengucapkannya, maka menjadi يَبِيْعُ
Perhatian:
Perpindahan
Syakal/Harakat/Tasykil/Tanda baca Wau atau Ya’ tersebut dalam Kaidah ini,
tidak berlaku apabila setelah Wawu atau Ya’ terdapat Huruf yang di-tasydid-kan.
Contoh: يَسْوَدُّ
KAIDAH
KE 3
إِذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ آلِفٍ زَائِدَةٍ أُبْدِلَتَا هَمْزَةً
بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَا عَيْنًا فِيْ اسْمِ الْفَاعِلِ وَطَرَفًا فِيْ مَصْدَرٍ,
نَحْوُ صَائِنٌ أَصْلُهُ صَاوِنٌ, سَائِرٌ أَصْلُهُ سَايِرٌ, لِقَاءٌ أَصْلُهُ
لِقَايٌ.
Apabila
ada wawu atau ya’ jatuh sesudah alif zaidah, maka harus diganti hamzah, dengan
syarat wau atau ya’ tersebut berada pada ‘Ain Fi’il kalimah bentuk Isim Fail,
atau berada pada akhir kalimah bentuk masdar. Contoh: صَائِنٌ
asalnya صَاوِنٌ dan سَائِرٌ asalnya سَايِرٌ dan لِقَاءٌ
asalnya لِقَايٌ
Praktek
I’lal:
صَائِنٌ
صَائِنٌ
asalnya صَاوِنٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . wawu diganti Hamzah, karena jatuh sesudah
Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi صَائِنٌ
سَائِرٌ
سَائِرٌ
asalnya سَايِرٌ ikut pada wazan فَاعِلٌ . Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh
sesudah Alif Zaidah dan berada pada ‘Ain Fi’il Isim Fa’il, maka menjadi سَائِرٌ
عَطَاءٌ
عَطَاءٌ
asalnya عَطَاوٌ ikut pada wazan فَعَالٌ wawu diganti Hamzah, karena jatuh
sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi
عَطَاءٌ .
لِقَاءٌ
لِقَاءٌ
asalnya لِقَايٌ ikut pada wazan فِعَالٌ Ya’ diganti Hamzah, karena jatuh
sesudah Alif Zaidah dan berada pada akhir kalimah Isim Masdar, maka menjadi
لِقَاءٌ .
KAIDAH KE 4
إِذَا
اجْتَمَعَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ وَسَبَقَتْ اِحْدَاهُمَا
بِالسُّكُوْنِ اُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً وَاُدْغِمَتِ الْيَاءُ اْلأُوْلَى فِي
الثَّانِيَّةِ نَحْوُ مَيِّتٌ أَصْلُهُ مَيْوِتٌ وَمَرْمِيٌّ أَصْلُهُ مَرْمُوْيٌ.
Apabila
wau dan ya’ berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan
sukun, maka wau diganti ya’. Kemudian ya’ yang pertama di-idgham-kan pada ya’
yang kedua. Contoh lafadz مَيِّتٌ asalnya adalah مَيْوِتٌ dan مَرْمِيٌّ
asalanya adalah مَرْمُوْيٌ
Praktek
I’lal:
مَيِّتٌ
مَيِّتٌ
asalnya مَيْوِتٌ mengikuti wazan فَيْعِلٌ . wau diganti ya’ karena berkumpul
dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka menjadi
مَيْيِتٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua karena
satu jenis, maka menjadi مَيِّتٌ
مَرْمِيٌّ
مَرْمِيٌّ
asalnya مَرْمُوْيٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ . wau diganti ya’ karena
berkumpul dalam satu kalimah dan salah satunya didahului dengan sukun, maka
menjadi مَرْمُيْيٌ. Kemudian ya’ yang pertama di-idghamkan pada ya’ yang kedua
karena satu jenis, maka menjadi مَرْمِيٌّ
KAIDAH KE 5
إِذَا
تَطَرَّفَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَكَانَتَا مَضْمُوْمَةً اُسْكِنَتَا نَحْوُ
يَغْزُوْا أَصْلُهُ يَغْزُوُ وَيَرْمِيْ أَصْلُهُ يَرْمِيُ
Apabila
Wau atau Ya’ menempati ujung akhir kalimah, dan ber-harakah dhammah, maka
disukunkan. Contoh: يَغْزُوْا asalnya يَغْزُوُ dan يَرْمِيْ asalnya
يَرْمِيُ
Praktek
I’lal:
يَغْزُوْ
يَغْزُوْ
asalnya يَغْزُوُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Wau di ujung akhir kalimah
ber-harakah dhammah, maka disukunkan menjadi يَغْزُوْ.
يَرْمِيْ
يَرْمِيْ
asalnya يَرْمِيُ mengikuti wazan يَفْعُلُ . Ya’ di ujung akhir kalimah
ber-harkah dhammah, maka disukunkan menjadi يَرْمِيْ.
Perhatian:
غَازٍ
غَازٍ
asalnya غَازِوٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Wau diganti Ya’, karena jatuh sesudah
harakah kasrah, maka menjadi غَازِيٌ, kemudan Ya’ disukunkan karena beratnya
harkah dhammah atas Ya’ maka menjadi غَازٍيْ, kemudian Ya’ dibuang untuk
menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi غَازٍ
سَارٍ
سَارٍ
asalnya سَارِيٌ mengikuti wazan فَاعِلٌ . Ya’ disukunkan karena beratnya
harakah dhammah atas Ya’ maka menjadi سَارٍيْ, kemudian Ya’ dibuang untuk
menolak bertemunya dua mati yaitu Ya’ dan Tanwin, maka menjadi سَارٍ
اَوَاقٍ
اَوَاقٍ
asalnya وَوَاقِيُ mengikuti wazan فَوَاعِلُ wau pada fa’ fi’il diganti Hamzah,
karena kedua wau berkumpul dalam satu kalimah, maka menjadi اَوَاقِيْ. Kemudian
Ya’ dibuang untuk meringankannya, maka menjadi اَوَاقِ. Dan didatangkanlah
tanwin sebagai pengganti dari Ya’ yang dibuang, maka menjadi اَوَاقٍ.
KAIDEAH KE 6
اِذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ رَابِعَةً فَصَاعِدًا فِي الطَّرْفِ وَلَمْ يَكُنْ مَا
قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتِ الْوَاوُ يَاءً نَحْوُ يُزَكِّيْ أَصْلُهُ
يُزَكِّوُ وَ يُعَاطِيْ أَصْلُهُ يُعَاطِوُ
Apabila
wau menempati ujung akhir kalimah empat huruf atau lebih, dan sebelum wau tidak
ada huruf yang didhammahkan, maka wau tsb diganti ya’. Contoh: يُزَكِّيْ
asalnya يُزَكِّوُ dan يُعَاطِيْ asalnya يُعَاطِوُ.
Praktek
I’lal:
يُزَكِّيْ
يُزَكِّيْ
asalnya يُزَكِّوُ mengikuti wazan يُفَعِّلُ wau diganti ya’, karena berada pada
akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka
menjadi يُزَكِّيْ
يُعَاطِيْ
يُعَاطِيْ
asalnya يُعَاطِوُ mengikuti wazan يُفَاعِلُ wau diganti ya’, karena berada pada
akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka
menjadi يُعَاطِيْ
Perhatian:
مَعْطًى
مَعْطًى
asalnya مُعْطَوًا ikut wazan مًفْعَلاً . wau diganti ya’, karena berada pada
akhir kalimah empat huruf dan sebelumnya bukan huruf yang didhammahkan, maka
menjadi مُعْطَيًاkemudian ya’ diganti alif karena berharkah jatuh sesudah
harkah fathah, maka menjadiمُعْطًىاْ kemudian alif dibuang untuk menolak
bertemunya dua mati yaitu Alif dan Tanwin, maka menjadi مَعْطًى
KAIDAH KE 7
اِذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ بَيْنَ الْفَتْحَةِ وَالْكَسْرَةِ الْمُحَقَّقَةِ وَقَبْلَهَا
حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ تُحْذَفْ نَحْوُ يَعِدُ أَصْلُهُ يَوْعِدُ و يَئِدُ
أَصْلُهُ يَوْئِدُ
Apabila
wau ada diantara harkah fathah dan kasrah nyata, dan sebelumnya ada huruf
mudhara’ah, maka wau tersebut dibuang. Contoh: يَعِدُ asalnya يَوْعِدُ dan
يَئِدُ asalnya يَوْئِدُ
Praktek
I’lal:
يَعِدُ
يَعِدُ
asalnya يَوْعِدُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara
fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi
يَعِدُ
يَضَعُ
يَضَعُ
asalnya يَوْضِعُ mengikuti wazan يَفَعِلُ . wau dibuang karena ada diantara
fathah dan kasrah nyata dan sebelumnya ada huruf mudhara’ah, maka menjadi
يَضِعُ. Kemudian Dhad-nya difathahkan untuk meringankan huruf ithbaq juga huruf
Halaq yaitu ‘Ain, maka menjadi يَضَعُ
Perhatian:
- Huruf Mudhara’ah : أ – ن – ي – ت
- Huruf Halaq : أ – ح – خ – ع – غ – هـ
- Huruf Ithbaq : ص – ض – ط – ظ
KAIDAH
KE 8
إذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ بَعْدَ كَسْرَة فِيْ اسْمٍ أوْ فِعْلٍ أُبْدِلَتْ يَاءً نَحْوُ
يُزَكِّيْ أَصْلُهُ يُزَكِّوُ وَ غَازٍ أَصْلُهُ غَازِوٌ
Bilmana
ada Wau jatuh setelah harkah Kasrah dalam Kalimah Isim atau Kalimah Fi’il, maka
Wau tersebut harus diganti Ya’. Contoh: يُزَكِّيْ asalnya يُزَكِّوُ dan غَازٍ
asalnya غَازِوٌ
Praktek
I’lal:
يُزَكِّيْ
يُزَكِّيْ
asalnya يُزَكِّوُ ikut wazan يُفَعِّلُ , wau diganti Ya’ karena jatuh sesudah
harkah kasrah, maka menjadi يُزَكِّيْ
غَازِ
غَازِ
asalnya غَازِوٌ (praktek I’lalnya telah disebut pada Kaidah I’lal ke 5)
KAIDAH KE 9
إذَا
لَقِيَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ السَّاكِنَتَانِ بحَرْفٍ سَاكِنٍ آخَرَ حُذِفَتَا
بَعْدَ اَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمَا اِلَى مَا قَبْلَهُمَا نَحْوُ صُنْ أَصْلُهُ
أُصْوُنْ وَ سِرْ أَصْلُهُ اِسْيِرْ.
Bilamana
ada Wau atau Ya’ sukun, bertemu dengan husuf sukun lainnya, maka Wau tau Ya’
tersebut dibuang, ini setelah memindahkan harakah keduanya (Wau atau Ya’)
kepada huruf sebelumnya (lihat kaidah I’lal ke 2). Contoh: صُنْ asalnya
أُصْوُنْ dan سِرْ asalnya اِسْيِرْ
Praktek
I’lal:
صُنْ
صُنْ
asalnya أُصْوُنْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkah Wau dipindah ke huruf
sebelumnya, karena Wau berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun
(lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi
اُصُوْنْ, maka Wau dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka
menjadi اُصُنْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi صُنْ
سِرْ
سِرْ
asalnya اِسْيِرْ mengikuti wazan اِفْعِلْ, harkah Ya’ dipindah ke huruf
sebelumnya, karena Ya’ berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih mati/sukun
(lihat Kaidah I’lal ke 2) untuk menolak beratnya mengucapkan, maka menjadi
اِسِيْرْ, maka Ya’ dibuang untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, maka
menjadi اِسِرْ, kemudian Hamzah Washal-nya dibuang karena tidak dibutuhkan
lagi, maka menjadi سِرْ
KAIDAH KE 10
ِاِذَا
اجْتَمَعَ فِيْ كَلِمَةٍ حَرْفَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ أَوْ مُتَقَارِبَانِ فِي
الْمَخْرَجِ يُدْغِم اْلأَوَّلُ فِي الثَّانِيْ بَعْدَ جَعْلِ
الْمُتَقَارِبَيْن
مِثْلَ الثَّانِيْ لِثَقْلِ الْمُكَرَّرِ نَحْوُ مَدَّ أصْلُهُ مَدَدَ وَ مُدِّ
أَصْلُهُ اُمْدُدْ وَ اتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ
Bilamana
ada dua huruf sejenis atau hampir sama makhrajnya berkumpul dalam satu kalimah,
maka huruf yang pertama harus di-idghamkan pada huruf yang kedua,–ini setelah
menjadikan huruf yang hampir sama makhrajnya serupa dengan huruf yg kedua
(lihat kaidah i’lal ke 18 insyaallah)–, karena beratnya pengulangan/memilah-milahnya.
contoh مَدَّ asalnya مَدَدَ dan مُدِّ asalnya اُمْدُدْ, dan اتَّصَلَ
asalnya اِوْتَصَلَ.
Praktek
I’lal:
مَدَّ
مَدَّ
asalnya مَدَدَ ikut pada wazan فَعَلَ, huruf dal yang pertama disukunkan
untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi مَدْدَ, kemudian huruf Dal yang
pertama di-idgamkan pada huruf Dal yang kedua, maka menjadi مَدَّ
مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ
مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ
asalnya اُمْدُدْ mengikuti wazan اُفْعُلْ, harkah Dal yang pertama dipindah
pada huruf sebelumnya untuk melaksanakan syarat Idgham, maka menjadi اُمُدْدْ,
bertemu dua huruf mati/sukun yaitu kedua Dal, maka Dal yang kedua diberi harkah
untuk menolak bertemunya dua mati/sukun, baik diberi harkah kasrah karena
kaidah; “apabilah ada huruf mati mau diberi harkah, berilah harkah kasrah”.
atau diberi harkah fathah karena ia paling ringannya harkah. atau diberi harkah
dhammah, karena mengikuti harkah ‘Ain fi’il pada fi’il mudhari’nya, maka
menjadi اُمُدْدِ/اُمُدْدَ/اُمُدْدُ, kemudian Dal yang pertama di-idgham-kan
pada Dal yg kedua maka menjadi اُمُدِّ/اُمُدَّ/اُمُدُّ, kemudian Hamzah
Washal-nya dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka
menjadi مُدِّ/مُدَّ/مُدُّ.
اتَّصَلَ
Praktek
I’lal untuk lafazh اتَّصَلَ ada pada Kaidah I’lal ke 18, InsyaAllah. tunggu
update.
KAIDAH KE 11
الْهَمْزَتَانِ
اِذَا الْتَقَتَا فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ ثَانِيَتُهُمَا سَاكِنَةٌ وَجَبَ
اِبْدَالُ الثّانِيَةِ بِحَرْفٍ نَاسَبَ اِلَى حَرْكَةِ اْلأُوْلَىْ نَحْوُ آمَنَ
اَصْلُهُ أَأْمَنَ وَ أُوْمُلْ اَصْلُهُ أُؤْمُلْ وَ اِيْدِمْ اَصْلُهُ إِئْدِمْ.
Bilamana
terdapat dua huruf Hamzah berkumpul sejajar dalam satu kalimah, yang nomor dua
sukun, maka huruf hamzah ini harus diganti dengan huruf yang sesuai dengan
harakah Hamzah yang pertama. contoh آمن asalnya أأمن dan أومل asalnya أؤمل.
Praktek
I’lal:
آمَنَ
َآمَن
asalnya أَأْمَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ; berkumpul dua Hamzah dalam satu
kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti alif, karena
ia sukun dan sebelumnya ber-harkah fathah. maka menjadi آمَنَ
أُوْمُلْ
ْأُوْمُل
asalnya أُؤْمُل mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu
kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia
sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْمُل
اِيْدِمْ
ْاِيْدِم
asalnya إئْدِم mengikuti wazan اِفْعِلْ berkumpul dua Hamzah dalam satu kalimah
dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti Ya’, karena ia sukun
dan sebelumnya ber-harkah kasrah. maka menjadi اِيْدِم.
خُذْ
خُذْ
asalnya أُأْخُذ mengikuti wazan أُفْعُلْ; berkumpul dua Hamzah dalam satu
kalimah dan yang kedua sukun, maka hamzah yang kedua tsb diganti wau, karena ia
sukun dan sebelumnya ber-harkah dhammah. maka menjadi أُوْخُذ kemudian wau-nya
dibuang untuk meringankan ucapan, maka menjadai أُخُذ selanjutnya hamzah-nya
dibuang karena sudah tidak dibutuhkan lagi, maka menjadi خُذْ
Perhatian
:
Wau
pada lafazh أُوْخُذ dibuang untuk meringankan ucapan, sedangkan pada
lafazh أُوْمُل cukup tanpa membuang wau, karena menjaga dari keserupaan dengan
fi’il amar-nya lafazh مَالَ – يَمُوْلُ – مُلْ .
KAIDAH KE 12
إِنَّ
الْوَاوَ وَالْيَاءَ السَّاكِنَتَيْنِ لاَ تُبْدَلاَنِ آلِفًا إِلاَّ إِذَا كَانَ
سُكُوْنُهُمَا غَيْرَ أَصْلِيٍّ بِأَنْ نُقِلَتْ حَرْكَتُهُمُا اِلَى مَا
قَبْلَهُمَا نَحْوُ أَجَابَ أَصْلُهُ أَجْوَبَ وَ أَبَانَ أَصْلُهُ أَبْيَنَ.
Wau
atau ya’ yang sukun, keduanya tidak boleh diganti Alif, kecuali jika sukunnya
tidak asli –dengan sebab pergantian harkat keduanya pada huruf sebelumnya–
(lihat kaidah ilal ke 2). Contoh: أَجَابَ asalnya أَجْوَبَ dan أَبَانَ asalnya
أَبْيَنَ.
Praktek
I’lal:
أَجَابَ
أَجَابَ
asalnya أَجْوَبَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah wau dipindah pada huruf
sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun, karena
beratnya mengucapkan, maka menjadi أَجَوْبَ (lihat kaidah I’lal ke 2). Kemudian
wau diganti alif, karena asalnya wau berharkah dan sekarang ia jatuh sesudah
harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَجَابَ.
أَبَانَ
أَبَانَ
asalnya أَبْيَنَ mengikuti wazan أَفْعَلَ harkah Ya’ dipindah pada huruf
sebelumnya karena ia berharkah dan sebelumnya ada huruf shahih sukun, karena
beratnya mengucapkan, maka menjadi أَبَيَْنَ (lihat kaidah I’lal ke 2).
Kemudian Ya’ diganti Alif, karena asalnya Ya’ berharkah dan sekarang ia jatuh
sesudah harkah fathah (lihat kaidah I’lal ke 1). Maka menjadi أَبَانَ.
KAIDAH KE 13
إِذَا
وَقَعَتِ الْوَاوُ طَرْفًا بَعْدَ ضَمٍّ فِيْ اسْمٍ مُتَمَكِّنٍ فِي اْلأَصْلِ
أُبْدِلَتْ يَاءً فَقُلِبَتِ الضَّمَّةُ كَسْرَةً بَعْدَ تَبْدِيْلِ الْوَاوِ
يَاءً نَحْوُ تَعَاطِيًا أَصْلُهُ تَعَاطُوًا وَ تَعَدِّيًا أَصْلُهُ تَعَدُّوًا.
Bilamana
ada wau berada di akhir kalimah jatuh sesudah harkah dhammah didalam asal
kalimah Isim yang Mutamakkin (bisa menerima tanwin), maka wau tsb diganti ya’,
kemudian setelah itu harkah dhammah diganti kasrah. Contoh: تَعَاطِيًا asalnya
تَعَاطُوًا dan تَعَدِّيًا asalnya تَعَدُّوًا.
Praktek
I’lal:
تَعَاطِيًا
تَعَاطِيًا
asalnya تَعَاطُوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di
akhir kalimah Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi
تَعَاطُيًًا kemudian huruf Tha’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka
menjadi تَعَاطِيًا.
تَعَدِّيًا
تَعَدِّيًا
asalnya تَعَدُّوًا mengikuti wazan تَفَاعُلاً wau diganti ya’ karena berada di
akhir kalimah Isim Mutamakkin dan sebelumnya ada harkah dhammah, maka menjadi
تَعَدُّيًًا kemudian huruf Dal’nya dikasrahkan untuk memantaskan Ya’. Maka
menjadi تَعَدِّيًا.
KAIDAH KE 14
إِذَا
كَانَتِ الْيَاءُ سَاكِنَةً وَكَانَ مَا قَبْلَهَا مَضْمُوْمًا أُبْدِلَتْ وَاوًا
نَحْوُ يُوْسِرُ أَصْلُهُ يُيْسِرُ وَ مُوْسِرٌ أَصْلُهُ مُيْسِرٌ
Bilamana
terdapat Ya’ sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan maka ya’ tersebut
harus diganti wau. contoh: يُوْسِرُ asalnya يُيْسِرُ dan مُوْسِرٌ asalnya
مُيْسِرٌ
Praktek
I’lal:
يُوْسِرُ
يُوْسِرُ
asalnya يُيْسِرُ mengikuti wazan يُفْعِلُ ya’ yang nomor dua diganti wau karena
ia sukun dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi يُوْسِرُ.
مُوْسِرٌ
مُوْسِرٌ asalnya
مُيْسِرٌ mengikuti wazan مُفْعِلٌ ya’ diganti wau karena ia sukun
dan sebelumnya ada huruf yang didhammahkan, maka menjadi مُوْسِرٌ.
KAIDAH KE 15
إِنَّ
اسْمَ الْمَفْعُوْلِ إذَا كَانََََ مِنْ مُعْتَلِّ الْعَيْنِ وَجَبَ حَذْفُ وَاوٍ
الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عِنْدَ سِيْبَوَيْهِ نَحْوُ مَصُوْنٌ أَصْلُهُ
مَصْوُوْنٌ وَ مَسِيْرٌ أَصْلُهُ مَسْيُوْرٌ
Sesungguhnya
Isim Maf’ul bilamana ia terbuat dari Fi’il Mu’tal ‘Ain (Bina’ Ajwaf) maka wajib
membuang wau maf’ulnya menurut Imam Syibawaihi (menurut Imam lain yg dibuang
adalah Ain Fi’ilnya). contoh: مَصُوْنٌ asalnya مَصْوُوْنٌ
dan مَسِيْرٌ asalnya مَسْيُوْرٌ
Praktek
I’lal:
مَصُوْنٌ
مَصُوْنٌ
asalnya مَصْوُوْنٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah wau dipindah
pada huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati
untuk menolak berat maka menjadi مَصُوْوْنٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian
bertemu dua huruf mati (dua wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau
maf’ulnya dibuang (menurut Imam Sibawaehi) maka menjadi مَصُوْنٌ .
مَسِيْرٌ
مَسِيْرٌ
asalnya مَسْيُوْرٌ mengikuti wazan مَفْعُوْلٌ harkah Ya’ dipindah pada
huruf sebelumnya karena ia berharkah dan sebelum ada huruf shahih mati untuk
menolak berat maka menjadi مَسُيْوْرٌ (lihat i’lal ke 2), kemudian bertemu dua
huruf mati (ya’ dan wau) untuk menolak beratnya mengucapkan maka wau maf’ulnya
dibuang (menurut Imam Sibawaehi)maka menjadi مَسِيْرٌ .
KAIDAH KE 16
إِذَا
كَانَ الْفَاءُ اِفْتَعَلَ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً قُلِبَتْ
تَاؤُهُ طَاءً لِتَعَسُّرِ النَّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإِنَّمَا
تُقْلَبُ التَّاءُ بِالطَّاءِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِصْطَلَحَ أَصْلُهُ
اِصْتَلَحَ وَ اِضْطَرَبَ أَصْلُهُ اِضْتَرَبَ.
Bilamana
Fa’ Fi’il kalimah wazan اِفْتَعَلَ berupa huruf Shad, atau Dhad, atau
Tha’, atau Zha’ (huruf Ithbaq), maka huruf Ta’ yg jatuh sesudah huruf Ithbaq
tersebut harus diganti Tha’, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’
dengan Tha’ karena dekatnya makhraj keduanya. contoh: اِصْطَلَحَ
asalnya اِصْتَلَحَ dan اِضْطَرَبَ asalnya اِضْتَرَبَ
Praktek
I’lal:
اِصْطَلَحَ
اِصْطَلَحَ asalnya
اِصْتَلَحَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi
mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena
dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِصْطَلَحَ.
اِضْطَرَبَ
اِضْطَرَبَ asalnya
اِضْتَرَبَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi
mudahnya mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena
dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِضْطَرَبَ.
اِطَّرَدَ
اِطَّرَدَ asalnya
اِطْتَرَدَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya
mengucapkannya setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya
makhraj keduanya, maka menjadi اِطْطَرَدَ kemudian Tha’ pertama
di-idghamkan karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِطَّرَدَ.
اِظَّهَرَ
اِظَّهَرَ asalnya اِظتَهَرَ mengikuti
wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Tha’ karena demi mudahnya mengucapkannya
setelah jatuh dibelakang huruf Ithbaq dan karena dekatnya makhraj keduanya,
maka menjadi اِظطَهَرَ kemudian Tha’ diganti Zha’ karena sama-sama huruf
isti’la’, maka menjadi اِظْظَهَرَ kemudian Zha’ pertama di-idghamkan
karena dua huruf sejenis, maka menjadi اِظَّهَرَ.
KAIDAH
KE 17
إِذَا
كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ دَالاً أوْ ذَالاً أوْ زَايًا قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالاً
لِعُسْرِالنُّطْقِ بِهَا بَعْدَ هَذِهِ الْحُرُوْفِ وَإنَّمَا تُقْلَبُ التَّاءُ
بِالدَّالِ لِقُرْبِهِمَا مَخْرَجًا نَحْوُ اِدَّرَأَ أَصْلُهُ اِدْتَرَأَ وَ
اِذَّكَرَ أَصْلُهُ اِذْتَكَرَ وَ اِزْدَجَرَ أَصْلُهُ اِزْتَجَرَ.
Bilamana
Fa’ Fi’il wazan berupa huruf Dal, atau Dzal, atau Zay, maka huruf Ta’ (Ta’
zaidah wazan اِفْتَعَلَ ) yang jatuh sesudah huruf-huruf
tersebut harus diganti Dal, demi mudahnya mengucapkannya. Digantinya Ta’ dengan
Dal’ karena dekatnya makhraj keduanya.
contoh: اِدَّرَأَ asalnya اِدْتَرَأَ dan اِذَّكَرَ asalnya اِذْتَكَرَ
dan اِزْدَجَرَ asalnya اِزْتَجَرَ.
Praktek
I’lal:
اِدَّرَأَ
اِدَّرَأَ asalnya
اِدْتَرَأَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya
pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj
keduanya, maka menjadi اِدْدَرَأَ. kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada
dal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi اِدَّرَأَ.
اِذَّكَرَ
اِذَّكَرَ asalnya
اِذْتَكَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya
pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Dal dan karena dekatnya makhraj
keduanya, maka menjadi اِذْدَكَرَ.kemudian Huruf Dal diganti Dzal kerena
dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi اِذْذَكَرَ kemudian dzal yang
pertama di-idghamkan pada dzal yang kedua karena satu jenis, maka menjadi
اِذَّكَرَ. (juga boleh dibaca Dal dengan di-i’lal sbb: kemudian
Huruf Dzal diganti Dal kerena dekatnya makhraj keduanya, maka menjadi
اِدْدَكَرَ kemudian dal yang pertama di-idghamkan pada dal yang kedua
karena satu jenis, maka menjadi اِدَّكَرَ.)
اِزْدَجَرَ
اِزْدَجَرَ asalnya
اِزْتَجَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Ta’ diganti Dal karena demi mudahnya
pengucapan huruf Ta’ yang jatuh susudah huruf Zay dan karena dekatnya makhraj
keduanya, maka menjadi اِزْدَجَرَ.
KAIDAH KE 18
إِذَا
كَانَ فَاءُ اِفْتَعَلَ وَاوًا أوْ يَاءً أوْ ثَاءً قُلِبَتْ فَاؤُهُ تَاءً
لِعُسْرِالنُّطْقِ بِحَرْفِ اللَّيْنِ السَّاكِنِِ لِمَا بَيْنَهُمَا مِنْ
مُقَارَبَةِ الْمَخْرَجِ وَمُنَافَاةِ الْوَصْفِ ِلأَنَّ حَرْفَ اللَّيْنِ
مَجْهُوْرَةٌ وَالتَّاءُ مَهْمُوْسَةٌ نَحْوُ اِتَّصَلَ أَصْلُهُ اِوْتَصَلَ
وَ اِتَّسَرَ أَصْلُهُ اِوْتَسَرَ وَ اِتَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ. (مُهِمَةٌ)
وَإنْ كَانَتْ ثَاءً يَجُوْزُ قُلْبُ تَاءِ اِفْتَعَلَ ثَاءً ِلاتِّحَادِهِمَا فِي
الْمَهْمُوْسِيَّةِ نَحْوُ اِثَّغَرَ أَصْلُهُ اِثْتَغَرَ.
Bilamana
Fa’ Fi’il wazan اِفْتَعَلَ berupa huruf wau, atau Ya’, atau Tsa’, maka
huruf Fa’ Fi’ilnya tersebut harus diganti Ta’ karena sukarnya mengucapkah huruf
“Layn” (لَيْن) sukun dengan huruf yang diantara keduanya termasuk berdekatan
Makhrajnya dan bertentangan sifatnya, karena huruf “layin” (و – ي) bersifat
Jahr sedangkan huruf Ta’ bersifat Hams.
Contoh: اِتَّصَلَ asalnya اِوْتَصَلَ dan اِتَّسَرَ asalnya اِوْتَسَرَ dan اِتَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ.
(penting) dan apabila Fa’ Fi’il-nya tsb berupa huruf Tsa’, boleh mengganti
Ta’nya wazan اِفْتَعَلَ dengan Tsa’, karena keduanya sama-sama bersifat Hams.
contoh: اِثَّغَرَ asalnya اِثْتَغَرَ.
Praktek
I’lal:
اِتَّصَلَ
اِتَّصَلَ asalnya
اِوْتَصَلَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya
mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan
bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat
Hams, maka menjadi اِتْتَصَلَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’ kedua
karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّصَلَ.
اِتَّسَرَ
اِتَّسَرَ asalnya
اِوْتَسَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ Wau diganti Ta’ untuk mudahnya
mengucaplan huruf Layn sukun dengan huruf yang berdekatan Makhrajnya dan
bertentangan sifatnya, karena huruf Layn bersifat Jahr dan huruf Ta’ bersifat
Hams, maka menjadi اِتْتَسَرَ kemudian Ta’ pertama di-idghamkan pada Ta’
kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi اِتَّسَرَ.
اِتَّغَرَ
اِتَّغَرَ asalnya
اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Tsa’ diganti Ta’ karena
sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِتْتَغَرَ kemudian Ta’ pertama
di-idghamkan pada Ta’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi
اِتَّغَرَ
Dan
boleh juga dibaca Tsa’ اِثَّّّّّغَرَ dengan
Praktek I’lal sbb:
اِثَّّّّّغَرَ asalnya
اِثْتَغَرَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena
sama-sama bersifat Hams, maka menjadi اِثْثَغَرَ kemudian Tsa’ pertama
di-idghamkan pada Tsa’ kedua karena dua huruf yang sejenis maka menjadi
اِتَّغَرَ
Penting
untuk diketahui:
اِتَّخَذَ
اِتَّخَذَ asalnya
اِئْتَخَذَ mengikuti wazan اِفْتَعَلَ huruf Hamzah yang kedua diganti Ya’
karena ia sukun dan sebelumnya ada huruf berharkah kasrah, maka
menjadi اِيْتَخَذَ kemudian huruf Ya’ diganti Ta’ (tanpa mengikuti
kias*) maka menjadi اِتَّخَذَ.
* Pergantian
Ya’ dengan Ta’ tidak mengikuti Qias yakni termasuk dari perihal Syadz.
KAIDAH
KE 19
إذَا
كَانَ فَاءُ تَفَعَّلَ وَتَفَاعَلَ تَاءً أَوْ ثَاءً أوْ دَالاً أوْ ذَالاَ أَوْ
زَايًا أوْ سِيْنًا أَوْ شِيْنًا أَوْ صَادًا أَوْ ضَادًا أَوْ طَاءً أَوْ ظَاءً
يَجُوْزُ قَلْبُ تَائِهِمَا بِمَا يُقَارِبُهُ فِِي الْمَخْرَجِ ثُمَّ أُدْغِمَتِ
اْلاُوْلَى فِي الثَّانِيَّةِ بَعْدَ جَعْلِ أَوَّلِ الْمُتَقَارِبَيْنِ مِثْلَ
الثَّانِيْ لِلْمُجَانَسَةِ مَعَ اجْتِلاَبِ هَمْزَةِ الْوَصْلِ لِيُمْكِنَ
اْلاِبْتِدَاءُ بِالسَّاكِنِ نَحْوُ اِتَّرَسِ أّصْلُهُ تَتَرَّسَ وَاِثَّاقَلَ
أّصْلُهُ تَثَاقَلَ وَاِدَّثَّرَ أّصْلُهُ تَدَثَّرَ واِذَّكَّرَ
أّصْلُهُ تَذَكَّرَ وَاِزَّجَّرَ أّصْلُهُ تَزَجَّرَ وَاِسَّمَّعَ
أّصْلُهُ تَسَمَّعَ وَاِشَّقَّقَ أصله تَشَقَّقَ وَ اِصَّدَّقَ
أّصْلُهُ تَصَدَّقَ وَاِضَّرَّعَ أّصْلُهُ تَضَرَّعَ وَاِظَّهَّرَ
أّصْلُهُ تَظَهَّرَ وَاِطَّاهَرَ أّصْلُهُ تَطَاهَرَ.
Bilamana
Fa’ Fi’il wazan تَفَعَّلَ dan تَفَاعَلَ berupa huruf ت، ث، د، ذ، ز، س, ش,
ص، ض, ط, ظ، maka boleh Ta’ dari kedua wazan tersebut diganti dengan huruf yang
mendekati dalam Makhrajnya, kemudian huruf yang pertama di-idghamkan pada huruf
yang kedua, demikian ini setelah huruf yang pertama dari kedua huruf yang
berdekatan makhrajnya tersebut, dijadikan serupa dengan huruf yang kedua.
berikut memasang Hamzah Washal agar memungkinkan permulaan dengan huruf mati.
contoh: اِتَّرَسِ asalnya تَتَرَّسَ dan اِثَّاقَلَ asalnya
تَثَاقَلَ dan اِدَّثَّرَ asalnya تَدَثَّرَ dan ذَّكَّرَ asalnya
تَذَكَّرَ dan اِزَّجَّرَ asalnya تَزَجَّرَ dan
اِسَّمَّعَ asalnya تَسَمَّعَ dan اِشَّقَّقَ asalnya
تَشَقَّقَ dan اِصَّدَّقَ asalnya تَصَدَّقَ dan
اِضَّرَّعَ asalnya تَضَرَّعَ dan اِظَّهَّرَ asalnya
تَظَهَّرَ dan اِطَّاهَرَ asalnya تَطَاهَرَ .
Praktek
I’lal :
اِتَّرَسَ
اِتَّرَسَ
asalnya تَتَرَّسَ mengikuti wazan تَفَعَّلَ huruf Ta’ yang pertama
disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi تْتَرَّسَ maka Ta’ yang
pertama di-idghamkan pada Ta’ yang kedua karena dua huruf sejenis, berikut
mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan huruf
mati. Maka menjadi اِتَّرَسَ
اِثَّاقَلَ
اِثَّاقَلَ
asalnya تَثَاقَلَ mengikuti wazan تَفَاعَلَ huruf Ta’ diganti Tsa’ karena
berdekatan Makhrojnyamaka menjadi ثَثَاقَلَ kemudian huruf Tsa’ yang pertama
disukunkan sebagai sebab syarat idgham maka menjadi ثَثَاقَلَ maka Tsa’
yang pertama di-idghamkan pada Tsa’ yang kedua karena dua huruf sejenis,
berikut mendatangkan Hamzah di permulaannya agar memungkinkan permulaan dengan
huruf mati. Maka menjadi اِثَّاقَلَ
Perhatian
:
I’lal
dalam Kaidah ke 19 ini cuma bersifat Jaiz atau boleh, bukan suatu ketentuan
musti. Sebagai pengalaman bagi kita, karena ini jarang ditemukan. dan yang
banyak digunakan adalah berupa bentuk asalnya.
ALHAMDULIILAH
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar